Terkurung Di Hutan Hidup - part03

www.merinding.com


“Kalau memang begitu mari kita lanjutkan perjalanan ini. Dan saya minta tolong pada kalian untuk saling menjaga satu sama lain agar hal seperti ini tidak lagi terjadi”
“Baik Pak, kami mengerti”
Irfan kembali ke tendanya dan menata kembali barang bawaanya. Dia sudah mulai bersiap untuk melanjutkan perjalanannya hingga dia melihat Chiko dan meninggalkan barang bawaanya sejenak. Dia menghampiri Chiko dan mengucapkan beberapa kalimat padanya.
“Sob, gua tau lo sedih. Tapi kita musti nerusin misi ini. Di tempat itu ada hal yang bahkan sejarawan besar belom nemuin itu sob. Kalo kita bisa nemuin hal itu, gua yakin adek lo bakalan seneng di sana”
“...” Hanya mengangguk tanpa membalas kalimat Irfan.
“Gua kemasin barang-barang lo. Terus kita lanjut jalan, ok. Kuatin diri lo sob, gua yakin lo pasti bisa”
***
“Haah...gila Han, permainan gitar lo semalem hebat banget! Gua akuin gua kalah ama lo”
“...”
“Ngomong napa Han, jangan diem mulu!”
“Rehan?”
“Rehan dimana guys??”
“Lah, bukannya dia di belakang?”
“Di belakang cuman ada gua”
“Leo. Terus Rehan di mana?”
“Gua kira dia tadi di depan ama Pak Dosen”
“Di depan dari mana? Orang di depan cuman ada Pak Dosen ama Frans. Kita dari tadi malah ngira kalo dia di belakang ama elu”
“Jadi Rehan tidak ada?”
“Iya Pak”
“Apa mungkin dia pergi terlalu jauh semalam dan tersesat?”
“Kemungkinan itu mungkin saja Pak. Tapi kita semua tidak mengharpakan hal itu terjadi padanya, apalagi hal yang lebih parah. Saya menyarankan agar kita tetap melanjutkan perjalanan sambil mencarinya”
“Kau benar Frans. Sebenarnya, jauh di dalam hatiku, aku lebih memilih untuk mencari puteraku terlebih dahulu. Tapi aku membawa orang banyak di sini. Jika aku mengikuti egoku, kalian tentu akan menganggapku Dosen yang bermulut besar”
“Yaa, itu kan gak salah juga”
Pak Dosen menatap Leo yang tegah bersiul seakan hal yang di ucapkannya adalah hal yang biasa. Tidak hanya itu, semua teman-temannya juga melakukan hal yang sama dengan Pak Dosen.
“Apa yang kamu bilang barusan, Leo?”
“E-ee...”
Leo kaget seketika. Dia menatap kedua mata Pak Dosen, lalu mengalihkan pandangannya pada teman-temannya. Demi menghindari terjadinya hal yang sama sesaat sebelum mereka berkemah, dia memilih untuk mengelak.
“Enggak kok nggak, e! Maksud saya, saya cuman bicara sendiri aja kok. Iya beneran, saya bicara sama diri saya sendiri. Saya terlalu serius jadinya yaa...sampai keluar suara”
“...”
“Beneran Pak, saya gak bohong”
“Kita lanjutkan perjalanan kita. Tetap waspada dan pasang mata kalian baik-baik. Mungkin saja kita akan menemukan Rehan”
Leo menghela nafas lega. Jika saja dia tidak bisa mengelak, entah apa yang akan terjadi padanya.
“Makanya kalo mau ngomong tu pikir-pikir dulu! jangan asal jeplak aja”
“Iya iya Dio, lo juga jangan suka marah-marahin gua napa?”
Mereka terus berjalan hingga dua jam lamanya. “Sebuah penemuan besar yang bahkan sejarawan besar belum menemukannya” itulah yang mereka cari. Untuk beberapa alasan meraka tidak mencari Rehan dengan meneriakkan namanya, dan alasan pertama adalah karena warga memperingati mereka untuk tidak berteriak saat sudah masuk ke dalam hutan. Terutama saat melintasi bukit ke tiga.
Apaan tu? Kalo di liat-liat sih...mirip kayak kaki orang yang lagi tiduran. Tapi kan bisa aja itu salah satu akar dari pepohonan di sini. Tapi apa mungkin? Itu kayak...
“Srak srak srak”
Frans berlari kecil mendahului Dosennya. Dia tidak isa membendung rasa penasarannya bahkan mengabaikan teman-temannya yang kini berada sedikit lebih jauh di belakangnya.
“Pak, ini Rehan Pak!”
Semua orang bergegas menuju ke arah Frans. Tepat saat jarak antara Frans dan Pak Dosen hanya berkisar satu meter...
“Tapi...” Frans tidak melanjutkan kalimatnya, tapi memandang ke arah Rehan yang sedang tergeletak di tanah.
Tidak sanggup melihatnya, Vida memeluk Chelsi. Tanpa dia sadari dia kembali meneteskan air matanya. Semua temannya juga terheran-heran dengan apa yang mereka lihat ini, bahkan...ayahnya sendiri. Baru semalam dia mendengar suaranya, tapi kini dia melihat anaknya itu tergeletak di tanah dengan beberapa bekas luka di wajah dan juga badannya.
Berbeda dengan bekas luka yang ada pada tubuh Chika sebelumnya. Bekas luka yang ada pada Rehan lebih mirip dengan luka sayatan. Bukan sayatan silet atau dedaunan hutan yang tajam, bukan juga senjata sederhana yang terbuat dari kayu atau bambu. Namun bekas luka itu lebih mirip dengan syatan pisau. Lebih tepatnya bukan sekedar menyayat, tapi lebih  dalam. Frans juga teman-temannya yang lain bahkan bisa dengan mudah melihat tulangnya yang berwarna putih dan tertutup sedikit darah.
Setiap bekas sayatan yang terdappat di tubuh Rehan terdapat darah di sana. Darah itu juga sudah kering dan mulai berwarna kehitaman. Ayahnya tak kuat lagi mengendalikan kakinya untuk menopang berat tubuhnya. Itu membuatnya terjatuh bertekuk lutut tepat di samping jasad anaknya.
“Maafkan ayahmu yang tidak berguna ini nak. Ayah tidak bisa menepati janji ayah pada mendiang ibumu”
“Jangan menundukkan kepala seperti itu Pak! Jika kita berhenti di sini maka semua usaha kita akan sia-sia. Kita sudah sejauh ini dan sudah hampir sampai pada tujuan kita. Ingat Pak, ini adalah tujuan kita semua. Mahasiswa kelas sejarah, bukan tujuan Bapak, bukan tujuan saya, dan bukan juga tujuan Leo, Dio ataupun Irfan. Ini tujuan kita semua”
“Saya juga tahu, ini tujuan kita semua”
“Maka dari itu, angkat kepala bapak dan gerakkan kaki bapak untuk melanjutkan perjalanan ini. Jangan biarkan pengorbanan Rehan sia-sia”
“Haaaaaa!!! Hanya kalian keluarga di sini, bukankah akan lebih indah jika kalian berdua tidur di sana dengan pulas? Hahahahahaha!!”
“Dio lo kenapa Dio?”
“Dio?! Siapa Dio? Aku adalah orang yang membuat manusia yang kalian panggil Rehan menjadi seperti sekarang ini”
“Maksud lo?”
“Tunggu...Dio, benar juga. Aku sekarang berada di dalam tubuh teman kalian. Maafkan aku karena aku belum terbiasa dengan hal ini. Tapi aku sangat ingin melihat kalian berdua tidur bersebelahan di tampat itu. Hmhmhmhahahaha!”
Dengan cepat, Dio mencekik leher Pak Dosen. Semua teman-temannya kalah cepat dengannya dalam keadaan seperti ini. Tidak, dia bukan Dio, tapi sosok lain yang menggunakan tubuh Dio. Dia juga belum sempat menyebutkan siapa dirinya sesaat sebelum mencekik Pak Dosen.
“Haaaaah! Pergi lo dari tubuh gue!! Ini bukan tubuh lo, pergi!”
Tangan Dio sedikit terangkat dari leher Pak Dosen. Dengan kuat Do berusaha melawan sosok misterius yang memasuki tubuhnya itu. Tangannya bergetar, seakan mendapatkan beban yang begitu berat pada kedua tangannya.
“Haaaaa!!!”
Sekali lagi berteriak dan Dio telah mengerahkan seluruh tanaganya untuk bisa kembali menguasai dirinya. Kesempatan itu tidak bisa di gunakan Pak Dosen untuk menyingkir dari tangan Dio yang hampir mencekiknya saat ini. Hanya satu senti meter jarak tangan Dio dengan leher Pak Dosen. Dengan jarak yang sedekat itu sangat tidak mungkin baginya untuk bisa melarikan Diri.
Frans yang sebelumnya berada cukup dekat dengan Pak Dosen kini tergeletak di tanah saat sebelumnya sosok yang menempati tubuh Dio menghempaskannya bahkan tanpa menyentuhnya. Melihat itu Chelsi dan Vida menjadi ketakutan. Vida memang memiliki kepekaan mengenai hal yang berbau denga dunia gaib. Tapi ini adalah kali pertamanya dia bertemu dengan orang yang kerasukan makhluk halus. Terlebih lagi, dia belum terbiasa dengan kelebihannya yang baru di dia miliki dalam waktu yang bahkan belum mencapai setenga tahun itu.
Leo, Irfan dan Chiko juga sudah berusaha untuk menghentikan tubuh Dio. Namun saat jarak pemisah antara mereka berdua hanya berkisar beberapa senti meter, hal aneh terjadi. Mereka tidak bisa menggerakkan tubuh mereka dan bahkan terpental jau ke belakang. Hal yang sama dengan yang terjadi pada Frans sebelumnya.
“Haa!! Kenapa kau begitu kuat, anak muda? Baiklah jika kau menginginkan pertarungan, aku akan melayanimu”
“Haaaaa!!!! Pergeee!!!!”
Dio tertunduk selama beberapa saat. Tapi tangannya yang memegang leher Pak Dosen masih belum berpindah dari posisinya.
“Sekarang, lawanlah aku jika kau bisa”
“Lawan Dio, lo pasti bisa. Lawan orang aneh ang ngerasukin lo!!!”
“Maaf, tapi aku sudah sepenuhnya mengunci dirinya di dalam tubuhnya sendiri. Aku bisa memastikan bahwa tidak akan ada lagi perlawanan darinya”
“K-ke-k-k...”
Wajah Pak Dosen memerah, beberapa pembuluh darah di sekitar wajahnya mulai terlihat. Berulang kali dia memukul tangan Dio dan berusaha untuk melepaskan diri dari cekikannya. Namun nihil, semua usaha yang di lakukannya sia-sia.
“Pak Dosen!! Bertahan Pak, kami akan menolong Bapak!”
“Silahkan saja kalau kalian bisa, anak muda”
“Kah....”
Namun sayangnya, semakin mereka memaksakan diri untuk menggerakkan tubuh mereka, mereka terasa semakin di dorong ke tanah.
“Haaaaaa!!!!!”
Frans benar-benar memaksakan dirinya hingga berhasil mengangkat tubuhnya walaupun hanya beberapa senti meter di atas permukaan tanah.
“Hah, akhirnya gue berhasil!!”
“Hmm? Berhasil kau bilang? Bicara soal berhasil, sebenarnya aku juga berhasil”
“...?”
“Sekarang tersarah kalian, mau kalian apakan jasad kedua orang anggota keluarga itu”
“Apa kau bi...”
“Dan satu lagi, aku akan merasa sangat bersalah jika aku tidak memberitahukannya pada kalian. Sebenarnya, yang menjawab telephone kalian adalah aku. Aku bilang pada kalian bahwa aku adalah anggota tim penyelamat. Aku tidak perlu menjelaskan bagamana caranya aku menjawab telepon kalian. Karena walaupun aku menjelaskannya, kalian tidak akan bisa mengerti”
“Jadi teman ka...”
“Oh iya, aku lupa membaritahukan satu hal lagi. Aku harap kalian tidak keberatan, karena aku tidak menginginkan jawaban itu dari kalian”
“...”
“Aku akan membawa tubuh teman kalian ini. Bukannya aku tidak suka dengan caraku hidup selama ini. Tapi saat berada di dalam tubuh ini, aku merasa nyaman. Jadi, selamat tinggal. Semoga kalian mendapatkan apa yang kalian cari”
Dia pergi tanpa keluar dari tubuh Dio dan masuk ke dalam hutan. Berulang kali taman-temannya mencoba menyadarkan Dio dengan memanggil namanya. Tapi seakan berbicara dengan orang lain yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya.

Lompat ke : part01,part02,part04,part05,part06,part07

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Furigana, Hiragana dan Katakana

Sultan Mehmed II