Petugas Pembalas Dendam
Petugas
Pembalas Dendam
“Sraaang”
“Klang”
Suara itu terdengar
berulang kali, secara bergantian namun terus menerus. Di sana sangat ramai saat
ini. Selain itu, di ruangan itu juga sangat sibuk. Lengah sedikit saja nyawa
taruhannya.
“Hei, cepat taruh
barang itu di sini!”
“Baik!”
Pemuda itu menaruh
sebuah barang yang di ambilnya dari tempat yang tinggi. Seorang pria yang sudah
berumur menyuruhnya untuk menaruh barang itu pada rak yang letaknya sedikit
lebih jauh dari tempat asalnya.
“Hei kau! Jangan
diam saja ayo cepat kerja!”
“Ah, iya pak,
baik!”
“Trang” seorang pemuda yang dari wajahnya bisa
di tebak bahwa dia berumur di atas 17 tahun, tapi masih berada di bawah 20
tahun. Pemuda itu menjatuhkan barang bawaannya tepat di sebelah pria bertubuh
besar itu.
“Hei kau! Apa kau membawa semua barang-barang
itu sambil tidur?! Ini sudah yang kedua kalinya aku melihatmu menjatuhkan
barang perusahaan. Sebagai sanksi atas kecerobohanmu ini aku akan memotong
gajimu 40%. Tapi jika aku melihatmu melakukan kecerobohan yang sama untuk yang
ke tiga kalinya...aku akan memecatmu”
“I-iya pak saya mengerti. Selanjutnya saya
tidak akan melakukan kecerobohan ini lagi, saya berjanji!”
“Bagus jika kau mengerti. Sekarang kembalilah
bekerja!”
“Baik” pemuda itu berjalan perlahan melewati
atasannya. Dia sedikit gugup dan semangat kerjanya sedikit menghilang. Dia bisa
bekerja dengan cepat karena tekanan yang di berikan oleh atasannya. Saat pemuda
itu beru berjarak 1,5 meter dari tempat atasannya berdiri, atasannya itu
memanggilnya.
“Tapi tunggu dulu! Siapa namamu?”
“Rendra pak”
“Rendra, ah iya benar Rendra. Kau murid dari
SMA Harapan yang tinggal di dekat tempat keponakanku bukan? Dan kau melamar ke
tempat ini sebagai pekerja paruh waktu?”
“Iya benar. Saya melamar ke tempat ini sebagai
pekerja paruh waktu satu bulan yang lalu”
“Hah, payah! Kenapa aku bisa lupa dengan anak
ini? Apa ini karena usiaku yang mulai menua?”
“Permisi pak, apa saya boleh melanjutkan
pekerjaan saya?”
“Ya, lanjutkanlah!”
Pemuda itu memutar badannya 360o dan
melangkahkan kakinya perlahan. Tapi atasannya kembali mengatakan sebuah kalimat
padanya. Kali ini atasannya itu tidak memanggilnya terlebih dahulu.
“Karena kau hanya pekerja paruh waktu aku rasa
tidak ada gunanya jika aku memotong gajimu. Lagipula gaji yang di berikan pada
pekerja paruh waktu juga tidak terlalu besar. Jadi aku putuskan untuk tidak
memotong gajimu”
“Terimakasih banya pak! Saya senang sekali
karena akhirnya Bapak tidak memotong gaji saya!”
“Ya, kau bisa mendapatkan gajimu sebagai
pekerja peruh waktu tanpa potongan hari ini. Tapi besok kau tidak boleh kembali
lagi ke sini”
“M-maksud Bapak, saya di pecat?”
“Bagus jika kau sudah mengerti maksudku”
Sementara di sudut lain di tempat itu, banyak
karyawan yang tidak terima dengan keputusan yang di ambil oleh pimpinan mereka.
“Salah sedikit saja main langsung pecat”
“Iya, aku lebih suka pimpinan kita yang dulu.
Beliau orangnya lebih sabar dari pimpinan kita yang sekarang”
“Padahal kan...hal seperti itu kan wajar saja
terjadi jika seseorang dalam keadaan lelah”
“Hah...kau benar”
Pimpinan mereka mendengar apa yang mereka
bicarakan dan menatap mereka dengan sinis. Seketika itu juga ke dua karyawan
itu terdiam dan tertunduk tanpa sepatah katapun.
“Hei, kalian berdua! Aku mendengar apa yang
kalian bicarakan barusan. Sebagai sanksinya, gaji kalian kali ini aku potong
40%!!”
Kedua karyawan itu terkejut. Mereka tidak
percaya bahwa mereka akan menerima sanksi seperti itu hanya karena membicarakan
pimpinan yang sewenang-wenang itu diam-diam. Bukannya melanjutkan pekerjaan
mereka, mereka justru terdiam di tempat mareka dan merasa berat untuk
melangkahkan kaki mereka.
“Jika kalian masih seperti itu dalam hitungan
ke tiga, aku akan langsung memecat kalian!”
Bagaikan seekor kuda yang mendapat cambukan
dari seorang kusir, mereka berdua berjalan dengan cepat dan menaruh barang
bawaan mereka pada tempatnya.
“Kalian semua dengarkan aku baik-baik! Aturan
ini akan ku terapkan pada kalian semua. Jika ada yang membuat ke salahan hingga
tiga kali, aku akan langsung memecat mereka saat itu juga. Tanpa terkecuali!
Apa kalian mengerti?!”
“Mengerti Pak!!” semua karyawan menjawab
serempak.
***
Satu bulan yang lalu, tepatnya hari Rabu, 17
Februari 2013. Aku melamar ke tempat itu karena aku kekurangan uang untuk
membayar biaya kontrakanku. Ayahku sudah lama meninggal, sementara ibuku
bekerja di tempat lain. Jika bayaran ibuku cukup, tentu aku tidak perlu
mengambil kerja paruh waktu ini bukan?
“...kau bisa mendapatkan gajimu sebagai pekerja
paruh waktu hari ini...kau tidak boleh lagi kembali ke tempat ini...”
Kalimat itu terus saja terngiang di kepalaku.
Sekarang, apa yang harus aku katakan pada ibuku? Jika aku jujur itu akan
memberikan beban yang lebih berat pada ibu, tapi jika aku berbohong...dari mana
uang yang harus aku berikan pada ibu. Tentu yang ibu tahu adalah aku masih
bekerja di tempat itu.
“Dasar kau. Pimpinan sialan!”
“Srak srak”
Seorang pria berjubah hitam duduk di sampingku.
Dari wajahnya aku akan menaksir bahwa umurnya berada pada kisaran 30 hingga 40
tahun. Dia memiliki berewok dan rambutnya pendek, dan juga sedikit kumis yang
tidak di cukur dengan rapi.
“Apa kau ada masalah, anak muda?”
“Maaf, tapi apakah kita pernah bertemu
sebelumnya?”
“Hmmm...?” pria itu memandangku dengan mata
sipitnya.
“Apakah aku harus mengulangi pertanyaanku?”
Dia mengembalikan kepalanya pada posisi semula.
Tapi, dia tidak segera menjawab pertanyaanku. Apa itu karena kemampuan
telinganya yang sudah menurun hingga dia
tidak begitu jelas mendengar apa yang aku ucapkan? Atau dia tidak bisa bicara
kerena suatu alasan?
“Apa kau benar-benar tidak mengenalku?”
“Tidak. Sama sekali tidak. Aku tentu tidak akan
menanyakan hal itu jika aku mengenalmu bukan?”
“Ya, kau benar juga. Tapi mungkin kau pernah
mendengar tentak ‘pemantul’ bukan?”
“Entahlah. Dalam gambaranku, pemantul adalah
sesuatu yang di gunakan untuk melompat. Selain itu, pemantul biasanya elastis
dan juga kuat”
Pemantul? Menurut cerita dari orang-orang,
“pemantul” akan membalaskan dendam kita pada seseorang yang kita benci. Dia di
kenal dengan nama “pemantul” karena dalam melakukan aksinya dia mengangkat
tinggi-tinggi sasarannya lalu menghempaskannya ke tanah dengan sangat kuat.
Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali hingga korbannya tidak bisa bergerak
lagi. Kalian tentu mengerti apa yang aku maksud bukan. Ya, kalian benar. Tidak
bisa bergerak lagi, berarti mati.
“Pemantul” akan melakukan aksi itu hingga
korbannya tewas. Polisi juga tidak akan bisa mengetahui kenapa dan siapa yang
membunuh orang itu. Para korban “Pemantul” akan mengalami luka pada tubuh mereka
yang sulit untuk di identifikasi polisi. Tapi yang aku bingungkan adalah,
kenapa dia menemuiku?
“Baiklah jika kau benar-benar tidak mengenalku.
Maka aku akan...”
“Tidak. Sebenarnya aku sudah mengenalmu dari
cerita orang-orang. Aku hanya mengetesmu apakah kau benar-benar Sang Pemantul
atau bukan”
“Hahahaha! Jadi itu masalahnya. Jika kau
menginginkan bukti, aku akan memberikannya padamu dengan senang hati”
“Maksudmu?”
“Lihat saja ini!”
Pemantul mengarahkan tangannya pada sebuah
ayunan yang berada sedikit jauh di depan kami. Aku tidak tahu apa yang akan dia
lakukan pada ayunan itu. Apakah dia akan memantul-mantulkannya sebagaimana yang
telah dia lakukan pada para korbannya? Atau yang lain?
“Cring...”
Rantai yang mengikat ayunan itu bergetar dan
sedikit demi sedikit kayu dari ayunan itu terangkat. Semakin tinggi dan semakin
tinggi. Pemantul benar-benar mengangkatnya tanpa menyentuhkan tangannya pada
ayuna itu. Hal seperti ini biasanya hanya aku temukan di film-film yang berbau magic.
Selain itu juga aku sering menonton acara sulap yang mempertunjukkan aksi
menggerakkan benda tanpa menyentuhnya. “Hal ini bisa saja di lakukan bagi
manusia yang mau mempelajarinya” kata salah serang pesulap di acara itu. Tapi
aku tidak mempercayainya 100%.
“Cranggg!!!!!”
Pemantul kini menghempaskan ayunan itu ke tanah.
Tapi rantai yang mengikat kayu dari ayunan itu sangat kuat, jadi ayunan itu
tidak sepenuhnya menyentuh tanah.
“Ngiiik...ngiiik...ngiiik”
Ayunan itu kini bergerak kedepan dan kebelakan
dengan ritme yang tetap. Jujur aku terkejut dengan apa yang aku lihat ini.
“Pemantul”, yang selama ini hanya aku kenal melalui tutur kata orang lain, kini
beradaa di sampingku dan menunjukkan kemampuannya.
“Bagaimana, apa itu sudah cukup pantas untuk di
sebut sebagai bukti?”
“Hmph! Apa itu?! Seorang Pemantul yang terkenal
hanya menyuguhkan sesuatu seperti itu sebagai bukti? Jika hanya itu
kemampuanmu, berarti kemampuanmu tidak sebanding dengan ketenaran yang telah
kau dapatkan”
Semoga saja dia tidak marah dengan sikapku yang
menantangnya ini. Bukannya tidak percaya, aku hanya kurang puas saja jika hanya
melihat ayunan itu di naikkan lalu di turunkan dengan kuat. Aku ingin melihat
kemampuan yang dia gunakan untuk menghabisi korbannya selama ini.
“Baiklah jika kau menginginkan lebih. Tapi aku
harap kau tidak terkejut setelah ini”
“Cring...”
Rantai ayunan itu kembali berbunyi. Bukan hanya
satu, tapi kedua ayunan yang berada di taman ini dia angkat secara bersamaan.
“Cranggg!!!!! Cranggg!!!!! Cranggg!!!!! Cranggg!!!!!
Cranggg!!!!! Cranggg!!!!!...”
Pemantul menghempaskan ayunan itu ke awah
berulang kali. Untung saja di taman ini tidak ada siapapun. Aku heran kenapa
taman ini begitu sepi. Setiap kali aku melalui taman ini saat pulang sekolah
aku selalu melihat dua atau tiga orang yang berada di sini.
“Thanggggg!!!!!!”
“A-aa-aaa...”
Aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun
saat rantai ayunan itu patah secara bersamaan. Jika saja ada orang lain selain
kita berdua di taman ini, bunyi dari rantai ini akan mengalihkan perhatian
mereka.
Entah kenapa aku tidak bisa bergerak kali ini.
Tanganku gemetar dan aku mulai berkeringat. Selain itu jantungku juga berdetak
sedikit lebih kencang. Apakah aku takut? Apakah aku takut pada Pemantul hanya
karena dia memperlihatkan kemampuannya padaku?
Jika memang begitu, aku harus melawan rasa ini.
Selain itu, kenapa aku baru merasakan ini? Aura yang berbeda aku rasakan datang
dari tubuh Pemantul. Aku mencoba melihat ke arahnya dengan detak kencang
jantungku yang menyulitkanku untuk bergerak.
Di sana. Pemantul terlihat begitu senang. Apa
mungkin dia membayangkan ayunan itu adalah korbannya? Dimana korbannya itu
harus di lenyapkan sesuai dengan perintah orang yang dia balaskan dendamnya.
“Aku tahu jika kau ada masalah dengan atasanmu.
Apakah kau mau aku melakukan hal yang sama pada ayunan itu padanya? Kau tidak
perlu takut, kau juga tidak perlu tahu darimana aku bisa mengetahuinya”
“...”
Orang ini...
“Kau hanya perlu menjawab ‘Ya’ atau ‘Tidak’”
Dia benar-benar membuatku bingung. Setelah si
brengsek itu memecatku tanpa alasan yang jelas, saat itulah aku membencinya.
Tapi membalas dendamku dengan kematiannya...?
“Pikirkan ini baik-baik nak. Lihatlah ke dalam
hatimu. Apakah kau merasakan kebencian, atau kau masih memiliki sedikit nurani
setelah kejadian itu?”
Rasa sakit ini tidak akan hilang sebelum
dendamku terbalaskan. Jika aku membunuh si brengsek itu dengan tanganku
sendiri, itu akan memberikan resiko besar padaku. Namun jika melalui Pemantul,
dendamku akan terbalaskan dan aku bisa tetap dalam keadaan aman. Maka sudah
jelas keputusanku, bahwa aku akan membalaskan dendamku melalui orang ini.
“Lakukanlah!”
“Hmm?”
“Pergilah dan balaskan dendamku padanya. Rasa
sakit ini tidak akan hilang jika dendamku belum terbalaskan”
“Jadi itu keputusanmu. Baklah, aku akan melakukannya”
Tubuh Pemantul yang tadinya jelas, kini mulai
memudar dan perlahan menghilang. Bersamaan dengan itu, suara menggema terdengar
begitu jelas.
“Sesuai
keinginanmu...tuan” itulah yang di ucapkan Pemantul saat dia menghilang.
***
“Maaf Pak, apa saya
boleh melamar pekerjaan di sini?”
“Hah! Apa kau tidak
tahu jam berapa ini. Tempat ini sudah tutup! Jika kau mau melamar pekerjaan
datanglah besok pagi!”
“Apakah tidak bisa
sekarang Pak? Lagipula Bapak menginap di tempat ini bukan?”
“Hei pak tua! Kau
in benar-benar memaksa ya! Jika aku bilang besok pagi ya besok pagi! Walaupun
aku menginap di sini bukan berarti aku bisa mempertimbangkan lamaranmu
sekarang! Aku juga butuh istirahat! Pergi sana!”
Dia mendorong orang
itu hingga terjatuh, yang tanpa disadarinya bahwa orang yang berada di
hadapannya adalah Pemantul. Dengan kondisinya yang terbaring di jalan dengan
bertumpu pada sikunya, Pemantul terus memandang orang itu. Tentu tatapan
matanya tidak mengenakkan bagi calon korbannya kali ini.
“Apa, kau tidak
terima?!”
“Ya, aku tidak terima dengan perlakuanmu ini”
“Lalu kau mau a...”
Pemantul mengangkat
pria itu tanpa mengizikannya untuk mneyelesaikan kalimatnya. Setinggi 2 meter
lalu Pemantul menghempaskan pria itu ke jalan beraspal. Semakin lama, Pemantul
mengangkat pria itu semakin tinggi.
“Bhugghhh!!! Bhugghhh!!!
Bhugghhh!!! Bhugghhh!!! Bhugghhh!!!”
Itulah suara yang
terdengar saat pemantul menghempaskannya ke jelanan beraspal. Ada kemampuan
lain yang di miliki oleh Pemantul, dia bisa membuat orang di sekitarnya tidak bisa
melihat nya saat melakukan aksi itu. Selain korbannya.
***
“Hah? Ada orang
tiduran di sini?”
Orang itu mencoba
membangunkannya namun dia tak kunjung sadar.
“Tolong. Ada orang
meninggal!!”
Banyak orang
berhamburan datang karena teriakannya ini. Sekitar 10 menit berlalu, polisi dan
ambulance datang secara bersamaan. Salah seorang warga yang mengenali korban
itu segera menghubungi keluarganya dan mereka bergegas pergi ke lokasi itu.
Di sebuah lorong
yang tidak terjangkau cahaya, di sana terdapat seseorang yang nampaknya begitu
senang.
“Hmm! Sepertinya
aku bisa tidur dengan tenang malam ini”
Dia mendengar gema
suara untuk yang kedua kalinya saat keluar dari lorong itu. Namun kali ini dia
terlihat benar-benar santai.
“Aku senang jika
kau senang...tuan” Begitulah bunyi suaranya.
END
Komentar
Posting Komentar